Wafatnya Idealisme


WAFATNYA IDEALISME

WAFATNYA IDEALISME
Suryono, S.Ag
Pengertian idealisme secara etimologis adalah suatu ajaran/paham , bahwa apa saja yang riil/nyata, adalah apa yang ada di dalam ide/gagasan/konsep, dan apa saja yang terlihat dan terbukti secara fisik/lahiriyah hanyalah penterjemahan dari suatu ide yang sudah ada sebelumnya. Materialisme itu tidak akan pernah ada, kalau tidak didahului oleh idealisme.
Cara pandang tiap orang akan berbeda dalam menyikapi realitas. Sebagaimana Tuhan telah menjadikan alam yang sangat beragam tapi juga harmoni, dari jenis makhluk yang sangat lembut/halus, sampai dengan makhluk yang paling kasar dank keras, dengan karakter yang berbeda-beda, maka pengetahuan tiap orang juga berbeda-beda untuk menilai realitas. Menangkap lalat sangatlah sulit, walaupun menangkap angina jauh lebih sulit. Dengan analogi ini, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang materi lebih mudah untuk dijadikan pijakan orientasi khalayak awam dalam mensikapi realitas kehidupan.
Setiap orang yang waras tentunya mempunyai hasrat dalam hidupnya, namun suatu hasrat yang tidak terkonsep menjadi idealisme atau mengkristal dan menjadi ideologi, hanyalah akan menjadi petualangan nafsu yang mudah ejakulasi sebelum sampai pada klimaksnya. Hal ini bisa terjadi karena lemahnya kecerdasan emosional dalam diri seseorang, atau tidak adanya faktor eksternal yang menjadi penolong bagi kehancuran hidupnya.
Penolong di luar diri manusia sangatlah penting, walaupun untuk seorang yang sudah menyatakan sebagai manusia yang percaya diri. Penolong diluar diri manusia walaupun irasional, dapatlah diterima untuk skala frekuensi fragmatis. Dan adalah suatu kebodohan kuadrat, bila seseorang merasa dirinya sukses dengan mengingkari faktor penolong di luar dirinya. Juga merupakan suatu arogansi picisan untuk suatu pengakuan sebuah keberhasilan hanya dengan kerja kerasnya sendiri.
Dunia di luar diri manusia seringkali dianggap sebagai ancaman bagi manusia itu sendiri, hal ini dikarenakan manusia belum memahami bahwa diri manusia adalah alam mikro, artinya dalam diri manusia sudah tercakup segala unsur alam yang makro. Itulah sebabnya, mengapa manusia pantas dijadikan khalifah di bumi.
Kekalahan seseorang di alam idea, berdampak keterpurukan di alam riil, karena perjuangan idealisme dituntut sikap yang fragmatis, elastis dan barangkali sedikit politis, supaya orientasi menjadi tetap fokus, dan target material serta spiritual mudah tercapai. Keberhasilan seseorang juga belum tentu karena keteguhannya dalam memegang prinsip serta idealis, tapi bisa jadi keberhasilannya itu karena ada faktor lain, seperti keberuntungan, suasana atau kondisi yang berpihak, atau nepotisme. Keputus-asaan seseorang dalam menerima kekalahan setelah bertarung dalam menghadapi realitas kehidupannya, tidak ubahnya seperti dukun santet yang kalah dan tubuhnya ambruk muntah darah.
Harus disadari, bahwa pertarungan idealisme yang teraktualisasi dalam alam dzohir, adalah pertarungan nilai, yang membutuhkan bukti fisik berupa materi. Seberapa banyak seseorang menguasai materi, adalah bukti kemenangannya dalam persaingan nilai, dan kekuatan pengaruhnya dalam usaha pemberdayaan yang dilakukannya. Pemberdayaan dalam konteks pertarungan nilai adalah memberdayakan orang-orang yang tidak berdaya ( eksploitasi ) untuk kepentingan seseorang ( kapitalis ) supaya bisa bertambah daya dan tambah jaya,
Bila seorang idealis tidak dapat memperjuangkan prinsipnya dengan prilaku yang elastis dan fragmatis, wallohu a’lam bisshowwab, tinggal menunggu qiyamat sughro dalam akhir hidupnya. Yang pasti, akal manusia terlalu lemah untuk menganalisis gejala kesuksesan ataupun kegagalan dari sudut pandang yang multidimensi, dan Tuhan-lah yang menjadi hakim absolut untuk memutuskan segala perkara yang rasional-realistis maupun yang irasional-fragmatis.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Wafatnya Idealisme"

Posting Komentar